A.
GOVERNANCE SYSTEM
Istilah
system pemerintahan berasal dari gabungan dua kata system dan pemerintahan.
Kata system merupakan terjemahan dari kata system (bahasa Inggris) yang berarti
susunan, tatanan, jaringan, atau cara. Sedangkan Pemerintahan berasal dari kata
pemerintah, dan yang berasal dari kata perintah. Dan dalam Kamus Bahasa
Indonesia, kata-kata itu berarti:
a) Perintah
adalah perkataan yang bermakna menyuruh melakukan sesuatau
b) Pemerintah
adalah kekuasaan yang memerintah suatu wilayah, daerah, atau, Negara.
c) Pemerintahan
adalaha perbuatan, cara, hal, urusan dalam memerintah
Maka
dalam arti yang luas, pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan
oleh badan-badan legislative, eksekutif, dan yudikatif di suatu Negara dalam
rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara.
B.
Budaya etika
Gambaran
mengenai perusahaan, mencerminkan kepribadian para pimpinannya
a) Budaya
etika adalah perilaku yang etis.
b) Penerapan
budaya etika dilakukansecara top-down.
c) Langkah-langkah
penerapan :
· Penerapan
Budaya Etika
d) Corporate
Credo :
· Pernyataan
ringkas mengenai nilai-nilai yang dianut dan ditegakkan perusahaan.
Komitmen
Internal :
Ø Perusahaan
terhadap karyawan
Ø Karyawan
terhadap perusahaan
Ø Karyawan
terhadap karyawan lain.
Ø Komitmen
Eksternal :
Ø Perusahaan
terhadap pelanggan
Ø Perusahaan
terhadap pemegang saham
Ø Perusahaan
terhadap masyarakat
Ø Penerapan
Budaya Etika
Ø Program
Etika
Ø Sistem
yang dirancang dan diimplementasikan
untuk
mengarahkan karyawan agar melaksanakan
corporate
credo
Contoh
: audit etika
Ø Kode
Etik Perusahaan
Ø Lebih
dari 90% perusahaan membuat kode etik yang khusus digunakan perusahaan tersebut
dalam melaksanakan aktivitasnya.
Ø Contoh
: IBM membuat IBM’s Business Conduct Guidelines (Panduan Perilaku Bisnis IBM)
C.
Good Corporate Governance (GCG)
a.
Pengertian GCG
Mencuatnya
skandal keuangan yang melibatkan perusahaan besar seperti Enron, WorldCom,
Tyco, Global Crossing dan yang terakhir AOL-Warner, menuntut peningkatan
kualitas Good Corporate Governance (GCG), Soegiharto (2005:38) dalam Pratolo
(2007:7). Istilah GCG secara luas telah dikenal dalam dunia usaha. Berikut ini
adalah beberapa pengertian GCG :
1)
Menurut Hirata (2003) dalam Pratolo (2007:8), pengertian “CG yaitu hubungan
antara perusahaan dengan pihak-pihak terkait yang terdiri atas pemegang saham,
karyawan, kreditur, pesaing, pelanggan, dan lain-lain. CG merupakan mekanisme
pengecekan dan pemantauan perilaku manejemen puncak”.
2)
Menurut Pratolo (2007:8), “GCG adalah suatu sistem yang ada pada suatu
organisasi yang memiliki tujuan untuk mencapai kinerja organisasi semaksimal
mungkin dengan cara-cara yang tidak merugikan stakeholder organisasi tersebut”.
3)
Tanri Abeng dalam Tjager (2003:iii) menyatakan bahwa “CG merupakan pilar utama
fondasi korporasi untuk tumbuh dan berkembang dalam era persaingan global,
sekaligus sebagai prasyarat berfungsinya corporate leadership yang efektif”.
4)
Zaini dalam Tjager (2003:iv) menambahkan bahwa “CG sebagai sebuah governance
system diharapkan dapat menumbuhkan keyakinan investor terhadap korporasi
melalui mekanisme control and balance antar berbagai organ dalam korporasi,
terutama antara Dewan Komisiaris dan Dewan Direksi”.
Secara
sederhananya, CG diartikan sebagai suatu sistem yang berfungsi untuk
mengarahkan dan mengendalikan organisasi.
b.
Prinsip-prinsip dan Manfaat GCG
Prinsip-prinsip
GCG merupakan kaedah, norma ataupun pedoman korporasi yang diperlukan dalam
sistem pengelolaan BUMN yang sehat. Berikut ini adalah prinsip-prinsip GCG yang
dimaksudkan dalam Keputusan Menteri BUMN Nomor: Kep-117/M-MBU/2002 tentang
penerapan praktek GCG pada BUMN.
1)
Transparansi
keterbukaan
dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam
mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan. Contohnya
mengemukakan informasi target produksi yang akan dicapai dalam rencana kerja
dalam tahun mendatang, pencapaian laba.
2)
Kemandirian
suatu
keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan
kepentingan dan pengaruh/ tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang
sehat. Misalnya pada perusahaan ini sedang membangun pabrik, tetapi limbahnya
tidak bertentangan dengan UU lingkungan yg dapat merugikan piha lain.
3)
Akuntabilitas
kejelasan
fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan
perusahaan terlaksana secara efektif. Misalnya seluruh pelaku bisnis baik
individu maupun kelompok tidak boleh bekerja asal jadi, setengah-setengah atau
asal cukup saja, tetapi harus selalu berupaya menyelesaikan tugas dan
kewajibannya dengan hasil yang bermutu tinggi.
4)
Pertanggungjawaban
kesesuaian
di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Contohnya dalam hal ini
Komisaris, Direksi, dan jajaran manajemennya dalam menjalankan kegiatan operasi
perusahaan harus sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan.
5)
Kewajaran (fairness)
keadilan
dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan
perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Misalnya
memperlakukan rekanan sebagai mitra, memberi perlakuan yang sama terhadap semua
rekanan, memberikan pelayanan yang terbaik bagi pelanggan/pembeli, dan
sebagainya.
C.
PENGEMBANGAN CODE OF CONDUCT
Pengelolaan
perusahaan tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus
diterima dalam pergaulan sosial, baik aturan hukum maupun aturan moral atau
etika. Code of Conduct merupakan pedoman bagi seluruh pelaku bisnis PT.
Perkebunan dalam bersikap dan berperilaku untuk melaksanakan tugas sehari-hari
dalam berinteraksi dengan rekan sekerja, mitra usaha dan pihak-pihak lainnya
yang berkepentingan. Pembentukan citra yang baik terkait erat dengan perilaku
perusahaan dalam berinteraksi atau berhubungan dengan para stakeholder.
Perilaku perusahaan secara nyata tercermin pada perilaku pelaku bisnisnya.
Dalam mengatur perilaku inilah, perusahaan perlu menyatakan secara tertulis
nilai-nilai etika yang menjadi kebijakan dan standar perilaku yang diharapkan atau
bahkan diwajibkan bagi setiap pelaku bisnisnya. Pernyataan dan pengkomunukasian
nilai-nilai tersebut dituangkan dalam code of conduct. Dengan dilaksanakannya
komitmen diharapkan akan menciptakan nilai tambah tidak saja bagi perusahaan,
tetapi juga bagi pelaku bisnis sehingga kepentingan pelaku bisnis dapat
diselaraskan dengan tujuan perusahaan. Untuk mendukung terciptanya tujuan
perusahaan maka pelaku bisnis akan mengimplementasikan komitmen tersebut dalam
pengelolaan perusahaan sehari-hari, yaitu :
a.
Pelaku bisnis akan bekerja secara profosional
Pelaku
bisnis PTPN IV (Persero) sama-sama bertindak untuk bekerja secara professional
dalam menjalankan tugasnya sehari-hari. Professional dalam hal ini, artinya
pelaku bisnis harus dapat memahami, menghayati dan melaksanakan apa yang
menjadi tugas dan tanggung jawab masing-masing dengan memanfaatkan keahlian
maupun potensi diri pribadi untuk mencapai tujuan perusahaan secara efektif,
efesien, dan optimal.
b.
Pelaku bisnis bekerja kreatif dan inovatif
Pelaku
bisnis juga bertekad untuk bekerja secara kreatif dan inovatif dalam
menjalankan tugas masing-masing. Kreatifitas dan inovasi dapat dimiliki
seseorang dengan cara belajar sendiri dari buku, dan pengalaman sendiri atas
praktek bisnis yang sehat serta belajar dari pengetahuan/pengalaman orang lain.
a.
Pelaku bisnis mendukung penerapan Good Corporate Governance
Penerapan
Good Corporate Governance (GCG) akan mendorong perusahaan untuk menghasilkan
kinerja yang unggul dan nilai tambah ekonomi pemegang saham dan para
stakeholder, termasuk pelaku bisinis.
Penerapan
prinsip-prinsip GCG bukan hanya di Kantor Direksi tetapi meliputi seluruh
jajaran perusahaan baik pada Bagian, Kantor Group Unit Usaha. Prinsip-prinsip
GCG akan tercermin dalam imolementasi Code of Conduct (Pedoman Perilaku).
Karena penerapan GCG akan berdampak kepada peningkatan nilai termasuk bagi
pelaku bisnis, maka seluruh pelaku bisnis perusahaan sepakat dan bertekad
mendukung GCG pada PTPN IV (Persero).
Terdapat
enam hal tujuan dari penerapan GCG pada BUMN.
1)
Memaksimalkan nilai BUMN dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan,
akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan adil agar perusahaan
memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional.
2)
Mendorong pengelolaan BUMN secara profesional, transparan dan efisien, serta
memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian organ.
3)
Mendorong agar organ dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi
nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan
yang berlaku, serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial BUMN terhadap
stakeholder maupun kelestarian lingkungan di sekitar BUMN.
4)
Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional.
5)
meningkatkan iklim investasi nasional.
6)
Mensukseskan program privatisasi.
Adapun
keuntungan yang diperoleh dengan menerapkan Corporate Governance pada
perusahaan adalah:
1)
lebih mudah meningkatkan modal
2)
mengurangi biaya modal
3)
meningkatkan kinerja perusahaan dan kinerja keuangan
4)
memberikan dampak yang baik terhadap harga saham.
Penerapan
GCG dapat meningkatkan nilai perusahaan, dengan meningkatkan kinerja keuangan,
mengurangi risiko yang mungkin dilakukan oleh dewan dengan keputusan yang
menguntungkan diri sendiri, dan umumnya Corporate Governance dapat meningkatkan
kepercayaan investor. Corporate Governance yang buruk menurunkan tingkat
kepercayaan investor, lemahnya praktik GCG merupakan salah satu faktor yang
memperpanjang krisi ekonomi di Negara kita.
Pemerintah
melalui kantor kementrian BUMN maupun otoritas pasar modal dalam hal ini Badan
Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) dan direksi Bursa Efek Indonesia (pada saat itu
masih Bursa Efek Jakarta) telah mewajibkan BUMN dan Emiten untuk menerapkan
kebijakan GCG yang bertujuan menciptakan kepastian hukum yang bermuara kepada
perlindungan investor dan masyarakat. Focus utama penerapan GCG saat ini adalah
di lingkungan BUMN dan perusahaan terbuka, namun kenyataannya konsep GCG masih
belum dipahami dengan baik oleh sebagian besar pelaku usaha.
Penerapan
GCG di organisasi publik, bank maupun BUMN, dirahapkan dapat mengembalikan
kepercayaan masyarakat, untuk mengantisipasi persaingan yang ketat di era pasar
bebas, tanggung jawab sosial perusahaan dan etika bisnis. Suatu bisnis tidak
hanya dijalankan dengan modal uang saja, tetapi juga dengan tanggung jawab dan
moralitas perusahaan terhadap stakeholders dan masyarakat. Penerapan GCG tidak
dapat dilepaskan dari moral dan etika para pelaku bisnis, yang selayaknya
dituangkan dalam suatu standar baku di masing-masing perusahaan yang disebut
Corporate Code of Conduct.
Privatisasi
memungkinkan penerapan GCG dengan lebih baik dan konsisten di lingkungan BUMN,
yang pada gilirannya menumbuhkan keyakinan investor kepada BUMN. Bagi
Indonesia, dengan aktivitas BUMN yang hampir menyentuh berbagai sektor ekonomi
nasional, tumbuhnya keyakinan investor terhadap BUMN akan sangat berpengaruh
secara keseleruhan.
Privatisasi
memungkinkan penerapan GCG dengan lebih baik dan konsisten di lingkungan BUMN,
yang pada gilirannya menumbuhkan keyakinan investor kepada BUMN. Bagi
Indonesia, dengan aktivitas BUMN yang hampir menyentuh berbagai sektor ekonomi
nasional, tumbuhnya keyakinan investor terhadap BUMN akan sangat berpengaruh
secara keseleruhan.
Komite
Nasional mengenai kebijakan Corporate Gov
ernance
(National Committee on Corporate Governance / NCCG), Agustus 1999
menidentifikasi 13 bidang penting yang memerlukan pembaharuan, menyusun dan
menerbitkan Pedoman Good Corporate Governance (Code for Good Corporate
Governance), (Maret 2001) yang dapat digunakan oleh korporasi dalam
mengembangkan Corporate Governance, berisi :
1) Hak
dan tanggung jawab pemegang saham.
2) Fungsi,
tugas dan kewajiban dewan komisaris.
3) Fungsi,
tugas dan kewajiban dewan direksi.
4) Sistem
audit, termasuk peran auditor eksternal dan komite audit.
5) Fungsi,
tugas dan kewajiban sekretaris perusahaan.
6) Hak
stakeholders, dan akses kepada informasi yang relevan.
7) Keterbukaan
yang tepat waktu dan akurat.
8) Kewajiban
para komisaris dan direksi untuk menjaga kerahasiaan.
9) Larangan
penyalahgunaan informasi oleh orang dalam.
10) Etika
berusaha.
11) Ketidakpatutan
pemberian donasi politik.
12) Kepatuhan
pada peraturan perundang-undangan tentang proteksi kesehatan, keselamatan kerja
dan pelestarian lingkungan.
13) Kesempatan
kerja yang sama bagi para karyawan.
Selain
itu, Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) merupakan salah satu
institusi yang aktif dan representative, (didirikan tahun 2000), diprakarsai 5
asosiasi bisnis, yaitu : Asosiasi Emiten Indonesia (AEI), Ikatan Akuntan
Indonesia Kompartemen Akuntan Manajemen (IAI-KAM), Ikatan Netherlands
Association (INA/Perkumpilan Indonesia Belanda), Masyarakat Transparansi
Indonesia (MTI). FCGI bertujuan menjebatani kesenjangan antara praktik bisnis
sekarang dengan international best practice, dan memberi informasi tentang
Corporate Governance. Tantangn yang dihadapi oleh dunia bisnis akan semakin
beragam bentuknya, dan tantangan tersebut akan jauh lebih nyata pada masa
mendatang, di mana dunia semakin tidak bisa dibatasi lagi secara nyata dengan
sekat, karena perkembangan teknologi informasi yang semakin canggih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar