BAB 2
PERILAKU ETIKA DALAM BERBISNIS
1.
Lingkungan bisnis yang mempengaruhi
Perilaku Etika
Tujuan
dari sebuah bisnis kecil adalah untuk tumbuh dan menghasilkan uang.Untuk melakukan
itu, penting bahwa semua karyawan di papan dan bahwa kinerja mereka dan
perilaku berkontribusi pada kesuksesan perusahaan.Perilaku karyawan,
bagaimanapun, dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal di luar bisnis.Pemilik
usaha kecil perlu menyadari faktor-faktor dan untuk melihat perubahan perilaku
karyawan yang dapat sinyal masalah.
Budaya Organisasi
Keseluruhan
budaya perusahaan dampak bagaimana karyawan melakukan diri dengan rekan kerja,
pelanggan dan pemasok. Lebih dari sekedar lingkungan kerja, budaya organisasi
mencakup sikap manajemen terhadap karyawan, rencana pertumbuhan perusahaan dan
otonomi / pemberdayaan yang diberikan kepada karyawan. "Nada di atas"
sering digunakan untuk menggambarkan budaya organisasi perusahaan. Nada positif
dapat membantu karyawan menjadi lebih produktif dan bahagia. Sebuah nada
negatif dapat menyebabkan ketidakpuasan karyawan, absen dan bahkan pencurian
atau vandalisme.
Ekonomi Lokal
Melihat
seorang karyawan dari pekerjaannya dipengaruhi oleh keadaan perekonomian setempat.
Jika pekerjaan yang banyak dan ekonomi booming, karyawan secara keseluruhan
lebih bahagia dan perilaku mereka dan kinerja cermin itu. Di sisi lain,
saat-saat yang sulit dan pengangguran yang tinggi, karyawan dapat menjadi takut
dan cemas tentang memegang pekerjaan mereka.Kecemasan ini mengarah pada kinerja
yang lebih rendah dan penyimpangan dalam penilaian. Dalam beberapa karyawan,
bagaimanapun, rasa takut kehilangan pekerjaan dapat menjadi faktor pendorong
untuk melakukan yang lebih baik.
Reputasi Perusahaan
dalam Komunitas
Persepsi
karyawan tentang bagaimana perusahaan mereka dilihat oleh masyarakat lokal
dapat mempengaruhi perilaku. Jika seorang karyawan menyadari bahwa
perusahaannya dianggap curang atau murah, tindakannya mungkin juga seperti itu.
Ini adalah kasus hidup sampai harapan. Namun, jika perusahaan dipandang sebagai
pilar masyarakat dengan banyak goodwill, karyawan lebih cenderung untuk
menunjukkan perilaku serupa karena pelanggan dan pemasok berharap bahwa dari mereka.
Persaingan di
Industri
Tingkat
daya saing dalam suatu industri dapat berdampak etika dari kedua manajemen dan
karyawan, terutama dalam situasi di mana kompensasi didasarkan pada pendapatan.
Dalam lingkungan yang sangat kompetitif, perilaku etis terhadap pelanggan dan
pemasok dapat menyelinap ke bawah sebagai karyawan berebut untuk membawa lebih
banyak pekerjaan. Dalam industri yang stabil di mana menarik pelanggan baru
tidak masalah, karyawan tidak termotivasi untuk meletakkan etika internal mereka
menyisihkan untuk mengejar uang.
2. Kesaling - tergantungan antara bisnis dan masyarakat
Alam
telah mengajarkan kebijaksanaan tentang betapa hubungan yang harmonis dan
kesalingtergantungan itu adalah amat penting. Bumi tempat kita berpijak, masih
setia bekerja sama dan berkolaborasi dalam tim dan secara tim dengan
planet-planet lain, namun penghuninya kebanyakan telah berjalan
sendiri-sendiri. Manusia yang konon khalifah di bumi, merasa sudah tidak
membutuhkan manusia lainnya. Bukanlah kesalingtergantungan yang dibina,
melainkan ketergantungan yang terus diusung.
Kesalingtergantungan
bekerja didasarkan pada relasi kesetaraan, egalitarianisme. Manusia
bekerjasama, bergotong-royong dengan sesamanya memegang prinsip kesetaraan.
Tidak akan tercipta sebuah gotong-royong jika manusia terlalu percaya kepada
keunggulan diri dibanding yang lain, entah itu keunggulan ras, agama, suku,
ekonomi dsb.
Wajah
Indonesia yang carut marut dewasa ini adalah karena terlalu membuncahnya
subordinasi relasi manusia atas manusia lain. Negara telah dikuasai oleh jenis
manusia yang memiliki mentalitas pedagang. Pucuk kekuasaan telah disulap
menjadi lahan bisnis, dimana dalam dunia bisnis maka yang dikenal adalah tuan
dan budak, majikan dan buruh. Dalam hal ini, yang tercipta adalah iklim
ketergantungan, bukan kesalingtergantungan.
Di
negara lain, kelas proletar yang dahulu diperjuangkan, toh setelah meraih
kekuasaan, pada gilirannya ia menjelma menjadi kelas yang istimewa, yang rigid
terhadap kritik. Hukum diselewengkan, dan bui menjadi jawaban praktis bagi para
oposan. Proletar melakukan kesalahan yang sama dengan borjuis yang dilawannya
habis-habisan.
Jika
borjuis menggunakan sentimen agama untuk mengelabui rakyat jelata, maka
proletar menganggap agama sebagai candu rakyat. Yang satu mengatasnamakan
agama, yang lainnya mengatasnamakan rakyat miskin. Namun keduanya memiliki
tujuan yang sama: kekuasaan. Kekuasaan negara, dan juga agama telah menjadi
petualangan bisnis, dimana siapa saja yang berkuasa maka kekayaan hendak
menumpuk dalam istananya dengan benteng menjulang, sementara secuil saja
kekayaan yang dinikmati mereka yang bekerja keras.
Di
abad yang lalu, orang-orang Eropa yang berasal dari Belanda, Inggris, Spanyol
dan Portugis mengunjungi Asia termasuk negeri ini muasalnya bertujuan untuk
berdagang dengan penduduk setempat. Mereka melakukan kerjasama bisnis dengan penduduk
lokal dan beberapa elit penguasa. Pada mulanya mereka menikmati peran sebagai
partnerbisnis, lambat laun peran ini dianggap tidak lagi menarik. Mereka pun
berubah menjadi majikan, dan kelak menjajah dan memperbudak bangsa ini hingga
ratusan tahun untuk mempertahankan posisi itu dan menciptakan ketergantungan
penduduk lokal kepada mereka. Rupanya peran yang belakangan lebih menarik dan
lebih menantang.
Perbudakan
adalah sesuatu yang tidak alami, menyalahi takdir sebagai manusia. Setiap
manusia berhak atas kebebasan. Namun pola perbudakan semacam itu kiranya tidak
lekang oleh zaman,. meski bentuknya diubah sedikit supaya lebih beradab.
Perbudakan dewasa ini lebih modern, kendati tetap ditempuh dengan cara-cara
yang zalim.
Apalagi
di Indonesia yang masyarakatnya kebanyakan beragama bukan karena kesadaran
melainkan telah ditentukan orangtua sejak lahir, maka agama lagi-lagi merupakan
alat yang nyaris selalu laris untuk memuluskan tujuan-tujuan tersebut. Lembaga
keagamaan dan negara berkonspirasi untuk memperbudak jiwa manusia.
Di
negeri ini, berapa banyak fatwa mufti negara, undang-undang dan peraturan
daerah bernuansa agama yang tidak masuk akal yang menghendaki rakyat senantiasa
bergantung kepada mereka? Keadaan demikian menciptakan kericuhan di dalam
masyarakat akibat hiperregulasi, karena tingkat kepatuhan masyarakat menurun.
Keamanan menjadi barang yang mahal. Kepergian para investor karena merasa tidak
aman memperparah perekonomian Indonesia.
Dalam
keadaan collapse akhirnya kita memiliki ketergantungan yang tinggi kepada
negara luar. Kucuran dana negara asing kepada kita bukanlah sesuatu yang
gratis. No free lunch. Dana punia dan pinjaman mereka seraya mendesakkan
kepentingan dan agenda mereka, tidak bisa dipungkiri. Barangkali Paman Sam dengan
kapitalismenya, maka Arab Saudi yang setia dengan garis iman Wahhabi tentunya
akan mendesakkan agenda mereka kepada Indonesia.
Pemikiran-pemikiran
sekuler Barat yang telah merasuki dunia Islam misalnya, dengan ideologi
kapitalisme yang mengurung sendi-sendi perekonomian umat Islam telah menjadikan
dunia Islam menjadi terpuruk dengan ketergantungan yang tinggi terhadap Barat.
Sebagai jalan keluar, sebagian orang sering mengalami eskapisme untuk memasuki
dunia “pasti” yang menentramkan hati. Jalan yang diambil adalah dengan
penyerahan diri kepada sebuah “otoritas transedental” (baca: otoritas mufti
negara) yang menjanjikan kesenangan eskatologis.
Sebagian
yang lain meresponnya dengan melakukan tindakan-tindakan anarkis dan
vigilantisme. Seperti pernah dituturkan Amrozi dalam Koran Tempo tahun 2003,
peledakan bom Bali adalah untuk menjaga kehidupan beragama
Pola
relasi negara kita dengan negara luar layak dibenahi. Bangsa kita harus
memiliki keberanian yang cukup untuk bisa pula mendesakkan cita-cita negara
kita sesuai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 kepada mereka. Bangsa kita
harus memiliki nyali yang cukup untuk menolak agenda mereka yang bisa merusak
kemerdekaan yang telah susah payah diraih. Hubungan luar negeri kita harus
berubah dari ketergantungan, menjadi kesalingtergantungan, sebagai
bangsa-bangsa yang sejajar dan sederajat. Kemerdekaan dan kebebasan saja belum
cukup, namun saat ini penting kemerdekaan untuk hidup merdeka, kebebasan untuk
hidup bebas.
Setiap
orang warga negara ini, bahkan warga seluruh dunia memiliki kebutuhan individu.
Kebutuhan akan makan, tempat tinggal yang nyaman, pekerjaan dsb sejatinya
bukanlah kebutuhan individu atau segelintir orang saja, melainkan seluruh orang
yang hidup di dunia ini membutuhkannya. Setiap orang tidak akan mampu mencukup
kebutuhannya sendiri tanpa semangat gotong-royong, kesalingtergantungan,
kerjasama, kolaborasi dengan orang lain.
3. Kepedulian pelaku bisnis terhadap etika
Korupsi,
kolusi, dan nepotisme yang semakin meluas di masyarakat yang sebelumnya hanya
di tingkat pusat dan sekarang meluas 4 sampai ke daerah-daerah, dan
meminjam istilah guru bangsa yakni Gus Dur, korupsi yang sebelumnya di
bawah meja, sekarang sampai ke meja-mejanya dikorupsi adalah bentuk moral hazard
di kalangan ekit politik dan elit birokrasi. Hal ini mengindikasikan bahwa
di sebagian masyarakat kita telah terjadi krisis moral dengan menghalalkan
segala mecam cara untuk mencapai tujuan, baik tujuan individu memperkaya
diri sendiri maupun tujuan kelompok untuk eksistensi
keberlanjutan kelompok. Terapi ini semua adalah pemahaman, implementasi
dan investasi etika dan nilai-nilai moral bagi para pelaku bisnis dan para
elit politik. Dalam kaitan dengan etika bisnis, terutama bisnis berbasis
syariah, pemahaman para pelaku usaha terhadap ekonomi syariah selama ini
masih cenderung pada sisi "emosional" saja dan terkadang
mengkesampingkan konteks bisnis itu sendiri. Padahal segmen pasar dari
ekonomi syariah cukup luas, baik itu untuk usaha perbankan maupun asuransi
syariah. Dicontohkan, segmen pasar konvensional, meski tidak
"mengenal" sistem syariah, namun potensinya cukup tinggi.
Mengenai
implementasi etika bisnis tersebut, Rukmana mengakui beberapa pelaku usaha
memang sudah ada yang mampu menerapkan etika bisnis tersebut. Namun,
karena pemahaman dari masing-masing pelaku usaha mengenai etika bisnis
berbeda-beda selama ini, maka implementasinyapun berbeda pula, Keberadaan
etika dan moral pada diri seseorang atau sekelompok orang sangat
tergantung pada kualitas sistem kemasyarakatan yang
melingkupinya. Walaupun seseorang atau sekelompok orang dapat mencoba
mengendalikan kualitas etika dan moral mereka, tetapi sebagai sebuah
variabel yang sangat rentan terhadap pengaruh kualitas sistem
kemasyarakatan, kualitas etika dan moral seseorang atau sekelompok orang
sewaktu-waktu dapat berubah. Baswir (2004) berpendapat bahwa pembicaraan
mengenai etika dan moral bisnis sesungguhnya tidak terlalu relevan bagi
Indonesia. Jangankan masalah etika dan moral, masalah tertib hukum pun
masih belum banyak mendapat perhatian. Sebaliknya, justru sangat lumrah di
negeri ini untuk menyimpulkan bahwa berbisnis sama artinya dengan
menyiasati hukum. Akibatnya, para pebisnis di Indonesia tidak dapat
lagi membedakan antara batas wilayah etika dan moral dengan wilayah hukum.
Wilayah etika dan moral adalah sebuah wilayah pertanggungjawaban pribadi.
Sedangkan wilayah hukum adalah wilayah benar dan salah yang harus
dipertanggungjawabkan di depan pengadilan. Akan tetapi memang itulah
kesalahan kedua dalam memahami masalah etika dan moral di Indonesia.
Pencampuradukan
antara wilayah etika dan moral dengan wilayah hukum seringkali menyebabkan
kebanyakan orang Indonesia 5 tidak bisa membedakan antara perbuatan yang
semata-mata tidak sejalan dengan kaidah-kaidah etik dan moral, dengan
perbuatan yang masuk kategori perbuatan melanggar hukum. Sebagai misal,
sama sekali tidak dapat dibenarkan bila masalah korupsi masih didekati
dari sudut etika dan moral. Karena masalah korupsi sudah jelas dasar hukumnya, maka
masalah itu haruslah didekati secara hukum. Demikian halnya dengan masalah
penggelapan pajak, pencemaran lingkungan, dan pelanggaran hak asasi
manusia.
Contoh Kasus Sebagai
Pelaku Bisnis
Pada tahun 1990 an,
kasus yang masih mudah diingat yaitu Enron. Bahwa Enron adalah perusahaan yang
sangat bagus dan pada saat itu perusahaan dapat menikmati booming industri
energi dan saat itulah Enron sukses memasok enegrgi ke pangsa pasar yang
bergitu besar dan memiliki jaringan yang luar biasa luas. Enron bahkan berhasil
menyinergikan jalur transmisi energinya untuk jalur teknologi informasi. Dan
data yang ada dari skilus bisnisnya, Enron memiliki profitabilitas yang cukup
menggiurkan. Seiring dengan booming indutri energi, akhirnya memosisikan
dirinya sebagai energy merchants dan bahkan Enron disebut sebagai ”spark spead”
Cerita pada awalnya adalah anggota pasar yang baik, mengikuti peraturan yang
ada dipasar dengan sebagaimana mestinya. Pada akhirnya Enron meninggalkan
prestasi dan reputasinya baik tersebut, karena melakukan penipuan dan
penyesatan.. Sebagai perusahaan Amerika terbesar ke delapan, Enron kemudian
kolaps pada tahun 2001.
4. Perkembangan dalam etika bisnis
Berikut perkembangan
etika bisnis
1. Situasi Dahulu
Pada awal sejarah
filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki
bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan
membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
2. Masa Peralihan:
tahun 1960-an
ditandai
pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi
mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan).
Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu
dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and
Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social
responsibility.
3. Etika Bisnis Lahir
di AS: tahun 1970-an
sejumlah filsuf mulai
terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika
bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang
meliputi dunia bisnis di AS.
4. Etika Bisnis
Meluas ke Eropa: tahun 1980-an
di Eropa Barat, etika
bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat
forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang
disebut European Business Ethics Network (EBEN).
5. Etika Bisnis
menjadi Fenomena Global: tahun 1990-an
tidak terbatas lagi
pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah
didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE)
pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.
Pengertian Etika
Bisnis
Etika bisnis
merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini
berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan,
institusi, dan perilaku bisnis.
Dalam menciptakan
etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain adalah:
1. Pengendalian diri
2. Pengembangan
tanggung jawab social (social responsibility)
3. Mempertahankan
jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan
informasi dan teknologi
4. Menciptakan
persaingan yang sehat
5. Menerapkan konsep
“pembangunan berkelanjutan”
6. Menghindari sifat
5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi)
7. Mampu menyatakan
yang benar itu benar
8. Menumbuhkan sikap
saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha ke bawah
9. Konsekuen dan
konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
10. Menumbuhkembangkan
kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati
11. Perlu adanya
sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hokum positif yang berupa
peraturan perundang-undangan
Ada 3 jenis masalah
yang dihadapi dalam Etika yaitu
1. Sistematik
Masalah-masalah
sistematik dalam etika bisnis pertanyaan-pertanyaan etis yang muncul mengenai
sistem ekonomi, politik, hukum, dan sistem sosial lainnya dimana bisnis
beroperasi.
2. Korporasi
Permasalahan
korporasi dalam perusahaan bisnis adalah pertanyaan-pertanyaan yang dalam
perusahaan-perusahaan tertentu. Permasalahan ini mencakup pertanyaan tentang
moralitas aktivitas, kebijakan, praktik dan struktur organisasional perusahaan
individual sebagai keseluruhan.
3. Individu
Permasalahan individual
dalam etika bisnis adalah pertanyaan yang muncul seputar individu tertentu
dalam perusahaan. Masalah ini termasuk pertanyaan tentang moralitas keputusan,
tindakan dan karakter individual.
5. Etika bisnis dan Akuntan
Amerika
Serikat yang selama ini dianggap sebagai Negara super power dan juga kiblat
ilmu pengetahuan termasuk displin ilmu akuntansi harus menelan kepahitan.
Skandal bisnis yang terjadi seakan menghilangkan kepercayaan oleh para pelaku
bisnis dunia tentang praktik Good Corporate Governance di Amerika
Serikat.
Banyak
perusahaan yang melakukan kecurangan diantaranya adalah TYCO yang diketahui
melakukan manipulasi data keuangan (tidak mencantumkan penurunan aset),
disamping melakukan penyelundupan pajak. Global Crossing termasuk salah satu
perusahaan terbesar telekomunikasi di Amerika Serikat dinyatakan bangkrut
setelah melakukan sejumlah investasi penuh resiko. Enron yang hancur berkeping
terdapat beberapa skandal bisnis yang menimpa perusahaan-perusahaan besar di
Amerika Serikat. Worldcom juga merupakan salah satu perusahaan telekomunikasi
terbesar di Amerika Serikat melakukan manipulasi keuangan dengan menutupi
pengeluaran US$3.8 milyar untuk mengesankan pihaknya menuai keuntungan, padahal
kenyataannya rugi. Xerox Corp. diketahui memanipulasi laporan keuangan dengan
menerapkan standar akunting secara keliru sehingga pembukuan perusahaan
mencatat laba US $ 1.4 milyar selama 5 tahun. Dan masih banyak lagi.
Dalam
tugas ini saya akan membahas mengenai kehancuran ENRON yang terjadi di Negara
Amerika Serikat. Enron merupakan perusahaan dari penggabungan antara InterNorth
(penyalur gas alam melalui pipa) dengan Houston Natural Gas. Kedua perusahaan
ini bergabung pada tahun 1985. Bisnis inti Enron bergerak dalam industri energi,
kemudian melakukan diversifikasi usaha yang sangat luas bahkan sampai pada
bidang yang tidak ada kaitannya dengan industri energi. Diversifikasi usaha
tersebut, antara lain meliputi future transaction, trading commodity non energy
dan kegiatan bisnis keuangan.
Enron
adalah suatu perusahaan yang menduduki ranking tujuh dari lima ratus perusahaan
terkemuka di Amerika Serikat dan merupakan perusahaan energi terbesar di AS
yang jatuh bangkrut dengan meninggalkan hutang hampir sebesar US $ 31.2 milyar.
Dalam kasus Enron diketahui terjadinya perilaku moral hazard diantaranya
manipulasi laporan keuangan dengan mencatat keuntungan 600 juta Dollar AS
padahal perusahaan mengalami kerugian. Manipulasi keuntungan disebabkan
keinginan perusahaan agar saham tetap diminati investor, kasus memalukan ini
konon ikut melibatkan orang dalam gedung putih, termasuk wakil presiden Amerika
Serikat.
Berikut adalah
informasi dari berbagai sumber yang berkaitan dengan hancurnya Enron:
• Board of Director
(dewan direktur, direktur eksekutif dan direktur non eksekutif) membiarkan
kegitan-kegitan bisnis tertentu mengandung unsur konflik kepentingan dan
mengijinkan terjadinya transaksi-transaksi berdasarkan informasi yang hanya
bisa di akses oleh pihak dalam perusahaan (insider trading), termasuk praktek
akuntansi dan bisnis tidak sehat sebelum hal tersebut terungkap kepada public.
• Board of Director
(dewan direktur, direktur eksekutif dan direktur non eksekutif) membiarkan
kegitan-kegitan bisnis tertentu mengandung unsur konflik kepentingan dan
mengijinkan terjadinya transaksi-transaksi berdasarkan informasi yang hanya
bisa di akses oleh fihak dalam perusahaan (insider trading), termasuk praktek
akuntansi dan bisnis tidak sehat sebelum hal tersebut terungkap kepada public.
• Enron merupakan
salah satu perusahaan besar pertama yang melakukan out sourcing secara total
atas fungsi internal audit perusahaan. Mantan Chief Audit Executif Enron
(Kepala internal audit) semula adalah partner KAP Andersen yang di tunjuk
sebagai akuntan publik perusahaan, Direktur keuangan Enron berasal dari KAP
Andersen, Sebagian besar Staf akunting Enron berasal dari KAP Andersen.
• Pada awal tahun
2001 patner KAP Andersen melakukan evaluasi terhadap kemungkinan mempertahankan
atau melepaskan Enron sebagai klien perusahaan, mengingat resiko yang sangat
tinggi berkaitan dengan praktek akuntansi dan bisnis enron. Dari hasil evaluasi
di putuskan untuk tetap mempertahankan Enron sebagai klien KAP Andersen.
• Salah seorang
eksekutif Enron di laporkan telah memepertanyakan praktek akunting perusahaan
yang dinilai tidak sehat dan mengungkapkan kekhawatiran berkaitan dengan hal
tersebut kepada CEO dan partner KAP Andersen pada pertengahan 2001. CEO Enron
menugaskan penasehat hukum perusahaan untuk melakukan investigasi atas
kekhawatiran tersebut tetapi tidak memperkenankan penasehat hukum untuk
mempertanyakan pertimbangan yang melatarbelakangi akuntansi yang dipersoalkan.
Hasil investigasi oleh penasehat hukum tersebut menyimpulkan bahwa tidak ada
hal-hal yang serius yang perlu diperhatikan.
• Pada tanggal 16
Oktober 2001, Enron menerbitkan laporan keuangan triwulan ketiga. Dalam laporan
itu disebutkan bahwa laba bersih Enron telah meningkat menjadi $393 juta, naik
$100 juta dibandingkan periode sebelumnya. CEO Enron, Kenneth Lay, menyebutkan
bahwa Enron secara berkesinambungan memberikan prospek yang sangat baik. Ia
juga tidak menjelaskan secara rinci tentang pembebanan biaya akuntansi khusus
(special accounting charge/expense) sebesar $1 miliar yang sesungguhnya
menyebabkan hasil aktual pada periode tersebut menjadi rugi $644 juta. Para
analis dan reporter kemudian mencari tahu lebih jauh mengenai beban $1 miliar
tersebut, dan ternyata berasal dari transaksi yang dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh CFO Enron.
• Pada tanggal 2
Desember 2001 Enron mendaftarkan kebangkrutan perusahaan ke pengadilan dan
memecat 5000 pegawai. Pada saat itu terungkap bahwa terdapat hutang perusahaan
yang tidak di laporkan senilai lebih dari satu milyar dolar. Dengan pengungkapan
ini nilai investasi dan laba yang di tahan (retained earning) berkurang dalam
jumlah yang sama.
• Enron dan KAP
Andersen dituduh telah melakukan kriminal dalam bentuk penghancuran dokumen
yang berkaitan dengan investigasi atas kebangkrutan Enron (penghambatan
terhadap proses peradilan ).
• Dana pensiun Enron
sebagian besar diinvestasikan dalam bentuk saham Enron. Sementara itu harga
saham Enron terus menurun sampai hampir tidak ada nilainya.
• KAP Andersen
diberhentikan sebagai auditor enron pada pertengahan juni 2002. sementara KAP
Andersen menyatakan bahwa penugasan Audit oleh Enron telah berakhir pada saat
Enron mengajukan proses kebangkrutan pada 2 Desember 2001.
• CEO Enron, Kenneth
Lay mengundurkan diri pada tanggal 2 Januari 2002 akan tetapi masih dipertahankan
posisinya di dewan direktur perusahaan. Pada tanggal 4 Pebruari Mr. Lay
mengundurkan diri dari dewan direktur perusahaan.
• Tanggal 28 Pebruari
2002 KAP Andersen menawarkan ganti rugi 750 Juta US dollar untuk menyelesaikan
berbagai gugatan hukum yang diajukan kepada KAP Andersen.
• Pemerintahan
Amerika (The US General Services Administration) melarang Enron dan KAP
Andersen untuk melakukan kontrak pekerjaan dengan lembaga pemerintahan di
Amerika.
• tanggal 14 Maret
2002 departemen kehakiman Amerika memvonis KAP Andersen bersalah atas tuduhan
melakukan penghambatan dalam proses peradilan karena telah menghancurkan
dokumen-dokumen yang sedang di selidiki.
• KAP Andersen terus
menerima konsekwensi negatif dari kasus Enron berupa kehilangan klien, pembelotan
afiliasi yang bergabung dengan KAP yang lain dan pengungkapan yang meningakat
mengenai keterlibatan pegawai KAP Andersen dalam kasus Enron.
• Tanggal 22 Maret
2002 mantan ketua Federal Reserve, Paul Volkcer, yang direkrut untuk melakukan
revisi terhadap praktek audit dan meningkatkan kembali citra KAP Andersen
mengusulkan agar manajeman KAP Andersen yang ada diberhentikan dan membentuk
suatu komite yang diketuai oleh Paul sendiri untuk menyusun manajemen baru.
• tanggal 26 Maret
2002 CEO Andersen Joseph Berandino mengundurkan diri dari jabatannya.
• Tanggal 8 April
2002 seorang partner KAP Andersen, David Duncan, yang bertindak sebagai
penanggungjawab audit Enron mengaku bersalah atas tuduhan melakukan hambatan
proses peradilan dan setuju untuk menjadi saksi kunci dipengadilan bagi kasus
KAP Andersen dan Enron.
• tanggal 9 April
2002 Jeffrey McMahon mengumumkan pengunduran diri sebagai presiden dan Chief
Opereting Officer Enron yang berlaku efektif 1 Juni 2002.
• Tanggal 15 Juni
2002 juri federal di Houston menyatakan KAP Andersen bersalah telah melakukan
hambatan terhadap proses peradilan.
• Pada tanggal 16
Oktober 2001, Enron menerbitkan laporan keuangan triwulan ketiga. Dalam laporan
itu disebutkan bahwa laba bersih Enron telah meningkat menjadi $393 juta, naik
$100 juta dibandingkan periode sebelumnya. CEO Enron, Kenneth Lay, menyebutkan
bahwa Enron secara berkesinambungan memberikan prospek yang sangat baik. Ia
juga tidak menjelaskan secara rinci tentang pembebanan biaya akuntansi khusus
(special accounting charge/expense) sebesar $1 miliar yang sesungguhnya
menyebabkan hasil aktual pada periode tersebut menjadi rugi $644 juta. Para
analis dan reporter kemudian mencari tahu lebih jauh mengenai beban $1 miliar
tersebut, dan ternyata berasal dari transaksi yang dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh CFO Enron.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar